Di Mata Arimbi : Bratasena Adalah Musuh Yang Mempesona

Arimba ingin mengadakan perhitungan dengan Bimasena (karya: Herjaka HS), gambar ini diambil dari http://wayangprabu.com/page/9/?archives-list=1



Di Mata Arimbi : Bratasena Adalah Musuh Yang Mempesona

Arimbi yang diutus oleh Prabu Arimba raja Pringgandani, untuk mencari pembunuh Prabu Dwaka, telah menemukan orangnya di Hutan Waranawata, yang bernama Bimasena Dengan tidak terduga pula, ternyata Bimasena adalah anak Pandhudewanata, raja Hastinapura yang telah membunuh ayah Arimbi yang bernama Prabu Tremboko, raja Hastinapura sebelum Prabu Arimba..

Namun hal tersebut tidaklah mampu menyulut dendam dan kebencian Arimbi kepada Bimasena. Karena Arimbi telah terkena panah asmara, yang lepas dengan sendirinya dari pribadi mempesona sang Bimasena. Arimbi menjadi lupa tujuan semula, untuk membuat perhitungan dengan orang yang membunuh Prabu Dwaka..

Arimbi, yang adalah seorang rasaksa wanita, mempunyai postur yang tinggi besar, melebihi postur wanita pada umumnya, wanita biasa yang bukan raseksi, sangatlah mendambakan sosok tinggi besar dan gagah perkasa. Apalagi sosok tinggi besar dan gagah perkasa tersebut bukan dari golongan raksasa, tetapi dari golongan kesatria seperti halnya Bimasean. Tentu saja Arimbi terpana.

Sebagai seorang raseksi, Arimbi tidak sungkan-sungkan menyatakan gejolak hatinya yang meluap-luap, di depan Ibu Kunthi dan Bimasena, bahwa ia telah jatuh cinta kepada Bimasena pada pandangan pertamanya. Kunthi menanggapi pernyataan Arimbi, dengan senyum dan kelembutan. Namun Bima justru merasa risih dan tidak senang, sembari menggerutu, dasar raseksi, tidak tahu diri.

Atas sikap Bimasena tersebut, Arimbi menangis, memohon pertolongan Kunthi, agar Bimasena mau memperisterinya. Kunthi tidak dapat berbuat apa-apa. Karena pada dasarnya semuanya itu bergantung kepada Bimasena yang menjalaninya. Namun Kunthi menyarankan agar Arimbi mau bersabar.

Arimbi tidak sakit hati ditolak Bimasena. Ia justru semakin mengagumi sosok Bima yang jujur dan tegas. Panah Asmara yang tidak pernah dilepaskan Bimasena kepada Arimbi, pada kenyatanya telah menembus sangat dalam di lubuk hati Arimbi. Ajaib memang. Cinta membuat segalanya baru. Pandangan Arimbi terhadap Bimasena berubah seratus delapan puluh derajat. Dari musuh menjadi orang yang digandrunginya.

Walaupun Bimasena tidak pernah mempedulikannya, bahkan tidak senang, Arimbi tetap saja mengikuti kemana Bima dan keluarganya pergi. Nasihat Kunthi agar bersabar, menjadi kekuatan bagi Arimbi untuk bertahan dalam menyalakan api cintanya kepada Bimasena. Karena ia menyakini, dibalik kesabaran yang dijalaninya dengan tulus, ada sebuah harapan. Harapan bahwa jika tiba pada waktunya, ia dapat bersanding dengan pujaan hatinya. Saat itulah dapat diibaratkan seperti rumput kering yang mendamba siraman air hujan, untuk tumbuh menghijau.

Hingga sampai hitungan bulan, Bima tidak menampakkan perubahan sikap kepada Arimbi. Bahkan Bima semakin merasa risih terhadap tingkah laku Arimbi yang ditujukan kepada dirinya dan juga kepada keluarganya. Namun tidaklah demikian dengan Ibunda Kunthi. Kunthi justru merasa iba kepada Arimbi, yang tidak hanya mengikutki kemana Pandhawa pergi, tetapi juga selalu membantu, melayani dan menyediakan apa saja yang menjadi kebutuhan Kunthi dan Pandhawa.

Disuatu pagi nan cerah, datanglah beberapa punggawa Pringgandani yang diutus Prabu Arimba menemui Arimbi. Arimbi merasa dirinya telah mengkianati perintah kakaknya. Maka dengan jujur Arimbi berkata kepada utusan raja, bahwa ia tidak kuasa untuk berperang kepada orang yang membunuh Prabu Dwaka, apalagi sampai mencelakainya, karena ia telah jatuh cinta kepadanya.

Dengan baik-baik Arimbi memerintahkan beberapa punggawa utusan, untuk pulang dan melaporkan kepada raja apa adanya.

Prabu Arimba tak mampu mengendalikan emosinya, tatkala para punggawa memberikan laporan tentang keberadaan Arimbi dan juga sikap Arimbi yang telah membelot bersama musuh. Apalagi dalam laporan tersebut diungkapkan pula, bahwa Bimasena pembunuh Prabu Dwaka adalah anak Pandudewanata.

Braaak! Prabu Arimba memecah meja di depannya. Para punggawa gemetar ketakutan. Suara gemuruh didada Prabu Arimba menimbulkan hawa panas. Hawa panas tersebut memenuhi Balairung Negara Pringgandani.

Arimbi adalah satu-satunya adik perempuan dan sangat dicintainya. Namun ia sangat murka bilamana Arimbi jatuh cinta kepada anak Pandudewanata yang telah membunuh ayahanda Prabu Tremboko.

Semenjak naik tahta menggantikan Prabu Tremboko yang gugur di tangan Pandudewanata, Prabu Arimba ingin mengadakan perhitungan dengan Pandudewanata. Namun niat itu tidak kesampaian, dikarenakan Pandudewanata telah meninggal di pertapaan. Namun setelah diketahui dari laporan punggawa utusan, bahwa Pandudewanata mempunyai lima anak laki-laki, Prabu Arimba akan mengadakan perhitungan dengan mereka. Khususnya Bimasena yang sekaligus adalah pembunuh Prabu Dwaka, saudaranya.

Selagi bara dendam dihatinya mulai menyala kembali, Prabu Arimba segera memerintahkan perajurit pengawal raja, untuk mengikutinya memasuki hutan Waranawata, guna mengadakan perhitungan dengan Bimasean.

Lima adik Raja Arimba yang kesemuanya laki-laki kecuali Arimbi, ikut bersamanya. Mereka masing-masing adalah: Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa, Brajalamatan dan yang bungsu adalah Kala Bendana.

herjaka HS (Artikel ini diambil dari http://wayangprabu.com/page/9/?archives-list=1)





Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
coompax-digital magazine