Harjuna Sasrabahu Demi Cinta Rela Kehilangan Segala-galanya
Semula Harjuna Sasrabahu adalah seorang raja agung dari negeri Maespati yang gemah ripah, loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Tetapi kemudian semuanya punah karena salahlangkah dari tingkah polanya sendiri. Ia gandrung mabuk asmara dengan Citrawati putri raja dari negeri Magada. Tetapi, ya ampun permintaannya. Ia mau menjadi permaisuri asalkan disediakan 800 orang putri pengiring yang sama rupa, sama cantik dan sama pula suaranya. Walaupun sudah dipenuhi permintaannya, namun masih kurang puas juga. Ia menghendaki suatu taman Sriwedari yang indahnya seperti taman yang ada di kahyangan. Permintaannya yang tidak masuk akal inipun dipenuhinya juga. Harjuna Sasrabahu segera mengeluarkan surat perintah kepada Menteri kesayangannya, yang bernama Sumantri. Belum sampai Sumantri habis pikir, darimana ia akan mendapatkan dana untuk membangun taman Sriwedari itu, tiba-tiba datanglah Sukasrana, adiknya yang berwajah raksasa, guna membantu Sumantri, Sukrasana yang berwajah raksasa, guna membantu Sumantri, Sukrasana dengan mudah membangun taman Sriwedari, untuk memuaskan nafsu Citrawati.
Keberhasilan Sumantri membuat gembira seluruh kerabat raja. Mulai saat itu mereka hidup dalam kemewahan, bahkan setiap hari mereka bercengkerama dan berpesta pora di taman Sriwedari.
Syahdan pada suatu hari Citrawati bertingkah lagi, Ia ingin mandi dan berenang bersama “maru” dan dayang-dayangnya. Tapi kecewa karena kolam renang taman Sriwedari kering tak ada airnya.
“Kakanda, aku ingin mandi sambil “ciblon”, penuhilah keinginanku.” Demikianlah rayu Citrawati mengadu kepada Harjuna Sasrabahu.
Karena cintanya maka Harjuna Sasrabahu bertriwikrama merubah badannya menjadi seorang raksasa yang maha besar, hanya untuk tidur melintang menghalangi aliran air sungai. Maka terbendunglah air, sehingga terjadi danau buatan yang indah membiru laksana langit di darat. Citrawati bersama maru dan inang-inangnya bersuka ria. Apel, anggur, durian, duku dan segala macam buah-buahan diusung ketempat permandian. Pendek kata berpestaporalah mereka. Sedang Sumantri piket dari jauh untuk berjaga-jaga kemungkinan ada bahaya yang mengancam rajanya. memang benar firasat Sumantri. Tak lama kemudian Rahwana datang. Tatkala ia melihat tubuh cantik Citrawati yang hanya memakai selapis kain tipis menutupi wadinya, tak sabarlah Rahwana, ia ingin segera menculiknya. Tetapi maksud Rahwana dapat digagalkan. Sumantri dapat meremuk kesepuluh kepada Rahwana. Berkat aji Pancasonanya Rahwana tak mati oleh tangan Sumantri, bahkan sebaliknya, Sumantri robek dadanya, karena digigit dan dikunyah-kunyah oleh Rahwana.
Betapa marahnya Prabu Harjuna Sasrabahu, ketika mendengar Sumantri telah mati. Bangunlah ia dari tidurnya dan bangkit menghajar Rahwana. Rahwana diikat dalam keretanya dan ditarik di seret mengelilingi alun-alun negeri Maespati. Rahwana memang belum harus mati oleh Harjuna Sasrabahu. Mengapa? Karena Harjuna Sasrabahu bukan Wisnu lagi. Wisnu telah meninggalkan raganya, akibat pekerti sang prabu itu sendiri. Malapetaka telah menghampiri negeri Maespati. Dewi Citrawati yang dipuja-pujapun bunuh diri karena tipu muslihat Marica, seorang intel Rahwana. Harjuna Sasrabahu lemas, hancur hatinya, mendengar berita kematian istrinya. Ia menggugat kepada Dewa.
Lebih konyol lagi, Harjuna Sasrabahu memutuskan untuk meninggalkan Maespati, lelana brata mencari mati. Rakyat Maespati ditinggalkan dan dibiarkan menderita, akibatnya negara rusak karena keputusannya. Di tengah jalan ia berjumpa dengan Rama Parasu inkarnasi Wisnu yang sebenarnya. Harjuna Sasrabahu diremuk badannya, dan dijuing-juing oleh kapak Rama Parasu sebagai penebus dosa.
Dari cerita tersebut diatas, kita dapat menarik suatu pelajaran, bahwa Harjuna Sasrabahu yang serba seribu itu tentunya nafsu jahatnya pun seribu pula. Artinya, bahwasanya manusia yang selalu menuruti hawa nafsu jahatnya, cepat atau lambat pasti akan kehilangan segala-galanya. Sedangkan kalau dilihat secara rohaniah, keputusan Harjuna Sasrabahu menginggalkan tahta dan mahkotanya kemudian pergi mencari kematiannya itu melambangkan bahwa manusia yang ingin mencapai Nirwana atau kesempurnaan, hendaknya benar-benar berani menginggalkan hidup keduniawian (ascestik = pertapa).
Dalam lakon ini digambarkan Harjuna Sasrabahu mencari Wisnu. Apa yang akan terjadi kalau Harjuna Sasrabahu nanti bertemu dengan Wisnu? Marilah kita ikuti cerita selanjutnya.
IR. SRI MULYONO
BUANA MINGGU, 2 MEI 1976 (Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/03/06/harjuna-sasrabahu-kehilangan-segala-galanya-karena-menuruti-nafsunya/).