Batik Tanah Liek menurut sejarahnya berasal dari Cina yang dibawa oleh pedagang Cina. Karena indahnya wanita Minang memanfaatkan batik ini untuk selendang. Harganya tergolong mahal Sehingga hanya digunakan pada acara-acara tertentu saja. Pada acara itu pun hanya dipakai oleh ninik mamak dan bundo kanduang, atau panutan adat. Selendang ini selalu dipertahankan oleh orang Minang sebagai kerajinan peninggalan nenek moyang.
Jika batik daerah lain banyak mengadopsi motif-motif flora, motif batik tanah liek Pessel banyak terinspirasi dari binatang-binatang laut seperti, kuda laut, dan biota lain. Hal ini kata Ketua Dekranasda Pessel Ny Wartawati Nasrul Abit disebabkan topografi daerah tersebut yang terletak di pesisir pantai sehingga masyarakatnya sangat akrab dan dekat dengan laut. Sehingga biota laut yang beranekaragam dan memiliki keindahan tersendiri menjadi inspirasi untuk menciptakan karya seni atau kerajinan tangan seperti batik.
“Batik Pessel ada 9 motif, 6 motif laut dan 1 motif flora, yakni kaluak paku untuk pinggir kain,” kata Wartawati yang getol mengangkat potensi daerah ini ke dunia luar didampingi pengurus Dekranasda, Suryani. Sejarah batik tanak liek Pessel berawal sejak zaman dulu, saat batik berupa selendang dipakai hanya untuk acara adat. Warna batik hanya ada dua, warna tanah dan hitam.
Warna tanah didapatkan dari merendam kain dalam larutan tanah liat. Sedangkan warna hitam diperoleh dari larutan kulit jengkol yang direndam dalam air. Seiring perkembangan zaman, dan tuntuan pasar, batik tanak liek Pessel berkembang menjadi aneka fashion seperti baju stelan, pakaian gamis, jilbab dan kemeja atau baju koko untuk laki-laki. Warna pun kian beragam sesuai selera pasar.
Ada warna-warna cerah, seperti merah, merah muda, biru, hijau hingga warna-warna soft dan perpaduan warna yang cantik. Dasar kain tidak hanya sutera yang ringan dan nyaman tapi juga ada santung dobi dan lainnya. Hingga kini batik tanah liek Pessel sudah berkibar di mana-mana, baik di nusantara maupun mancanegara.