TIPE LUKISAN JEPANG

Ukiran Motif Jepang diambil dari www.farm1.static.flickr.com/24/53759...90e1.jpg

Karya Shin Yun Bok, Pelukis Korea dengan tipe Jepang (Ras Kuning) diambil dari http://forum.detik.com/showthread.php?t=11003&page=86

Pelukis Korea Kim hong do dengan tema kerakyatan bertipe lukisan Jepang diambil dari http://www.corea.it/images/k/kim-hong-do4.jpg


Salah satu bentuk lukisan Jepang diambil dari http://triyanifajriutami.files.wordpress.com/2009/06/100_1345.jpg
Lukisan Bambu, salah satu bentuk hasil lukisan Jepang diambil dari http://i282.photobucket.com/albums/kk254/coutrier/blog3/bambu.gif

BERCINTA DALAM SENI RUPA

Cinta merupakan sesuatu yang luar biasa, yang dapat memunculkan sesuatu yang tak mungkin terjadi menjadi mungkin terjadi. Hal tersebut disebabkan adanya kekuatan yang luar biasa dari dalam seseorang yang mengalami proses cinta tersebut. Cinta jangan diartikan dalam arti sempit, yang maknanya hanya sekedar hasrat pelampiasan libido saja. Cinta mempunyai makna yang lebih luas, mencakup berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Bahkan untuk lebih menekankan arti cinta, bahwa cinta adalah hasrat kesluruhan yang ada pada diri kehidupan manusia.
Cinta dalam seni merupakan ketertarikan hasrat dari dalam diri seseorang untuk dapat mengungkapkan berbagai gagasan atau ide estetika dalam wujud bentuk-bentuk baru yang kreatif. Ketertarikan ini merupakan hal yang sangat prinsip supaya apa yang diungkapkan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk cinta. Sehingga kekuatan cinta terhadap seni ini sangat kokoh dan takkan dapat ditinggalkan begitu saja. Kekokohan seni merupakan arti cinta seni yang paling nyata.
Bercinta dalam seni rupa pada khususnya, dapat kita lihat saat gelora seseorang dalam berkarya cipta seni ini dimulai. Ide yang melayang-layang dalam alam pemikiran seseorang mulai menggoda. Menggelitik indahnya gagasan dan ekspresi yang harus terungkap pada realita karya yang dapat dinikmati hasilnya. Membuncahlah ekspresi tersebut melalui halusnya goresan pena, kuas, atau alat seni lain yang memadu kasih dengan warna-warna indah. Warna-warna indah tersebut tertata dengan harmonis membentuk kesatuan yang manis dan menempatkan diri pada perbandingan dengan irama yang menghanyutkan angan-angan menuju satu dominasi bentuk sebagai fokus utama dalam bercinta dengan seni rupa. Bercinta dalam seni rupa akan mendapatkan suatu kenikmatan yang luar biasa tanpa ada tandingannya.
Seni rupa memang merupakan bentuk karya seni yang dapat dinikmati lewat visual cinta nyata. Seni rupa bukan penikmatan yang bersifat maya, atau bentuk terselubung dalam perzinahan cinta seni. Seni halal adanya, selama pengungkapannya bertujuan pada hal-hal yang bersifat positif. Seni rupa merupakan pelampiasan cinta yang sah, bukan main belakang maupunbentuk perselingkuhan yang amat sangat dibenci oleh khalayak seni. Selama seni rupa beranjak pada diri sendiri dan bukan bentuk sabotase pada karya orang lain atau juga merebut cinta seni pada orang lain, seni tersebut mempunyai makna cinta yang sangat tulus dan bermutu tinggi. Cinta itu haruslah suci, supaya cinta itu bisa abadi dan berdiri kokoh selamanya.
Cinta yang suci akan melahirkan suatu karya yang agung, tinggi dan berkualitas yang sangat unggul. Cinta yang suci juga akan melahirkan bibit-bibit yang luar biasa untuk generasi seni berikutnya. Untuk itulah bercinta dalam seni rupa itu jangan setengah-setengah, haruslah tottal untuk menunjukkan kesungguhan cinta seni kepada khalayak ramai. Cinta yang total berarti cinta yang betul-betul murni tanpa tendensi atau kepentingan lain di luar seni. Khalayak akan menilai bahwa cinta ini merupakan suatu pengabdian seni yang luar biasa dan akan memperlihatkan pembuktian cinta snei tersebut. Bercinta dalam seni rupa bukanlah suatu akhir dari cerita cinta, tetapi awal pembuktian bahwa cinta itu akan selalu ada dan akan selalu abadi selama pecinta seni rupa itu membuktikan totalitasnya

HERRY DIM

Lukisan diri Herry Dim

Herry Dim (lahir di Bandung, Jawa Barat, 19 Mei 1955; umur 54 tahun) adalah seorang pelukis Indonesia. Herry menjadi pelukis pertama Indonesia yang menggelar pameran tunggal di Palais de Nations, Jenewa, 20-24 November 2008.

Ia melukis sejak kecil, mulai giat betul melukis selepas SMA di tahun 1973. Berbagai kegiatan melukis dia tekuni. Pada tahun 1975 ikut bergabung dengan Bengkel Pelukis Jakarta, dan diteruskan bergabung dengan Sanggar Garajas di tahun 1976. Kemudian Herry Dim kembali ke Bandung pada tahun 1978, dan pada tahun 1983 bersama seniman-seniman lainnya medirikan Kelompok Seniman Bandung. Dalam catatannya pada era 1990-an telah mengikuti pameran diantaranya sebagai berikut:

  • International Exhibition of Asian Artists (Bandung)
  • Biennale Yogyakarta
  • Festival Istiqlal
  • Biennale Jakarta
  • Non-Aligned Countries Contemporary Art Exhibition
  • 3 Indonesian Contemporary Artists (Jakarta)
  • Rites to the Earth yang bersambung dengan peristiwa "Ruwatan Bumi"
  • International Exhibition of Asian Artists (Kualalumpur)
  • International Exhibition of Asian Artists (Fukuoka}
  • Container 96: Art Accross the Oceans (Copenhagen)
  • 6 Indonesian Painters di Darga & Lansberg Gallery, Paris, 1998.
  • "Senirupa Ritus - Ritus Senirupa" (1986)
  • "Senirupa dan Sastra" (1991)
  • "Menyongsong Millenium ke-3" (1993)
  • "Instalasi 10 Biografi" (1993-94)
  • Lukisan dan Instalasi "Sebuah Ruang Tamu Tak Berpenghuni" sebagai ungkapan keprihatinan atas peristiwa bredel tiga media cetak (1994)
  • "Instalasi Bebegig" (1994)
  • "gonjangganjingnegeriku" (1998 di Bandung dan 2000 di TIM Jakarta)

Herry Dim pernah tinggal di Berlin selama 6 bulan. Sempat melakukan kegiatan seni di Mime Centrum dengan seniman setempat dan seniman Ethiopia.

Selain melukis Herry Dim mengerjakan pula artistik untuk seni pertunjukan (drama, tari, musik), seni grafis, disain grafis, seni instalasi, dan kadang-kadang menulis esei seni dan kebudayaan di berbagai media. (diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Herry_Dim).

KARYA PELUKIS INDONESIA TERMAHAL DI ASIA TENGGARA

Karya I Nyoman Masriadi diambil dari http://artknowledgenews.com/id/S...ast.html
Dalam lelang yang digelar Balai Lelang Sotheby’s di Hong Kong, baru-baru ini, lukisan karya I Nyoman Masriadi berjudul “The Man From Bantul (The Final Round)”, terjual dengan harga Rp 10 miliar. Harga ini merupakan rekor harga tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Booming lukisan kontemporer Tiongkok, akhirnya redam juga. Ibarat gelembung permen karet (bubble gum) yang kemudian pecah, para pelaku seni rupa Asia, Eropa, dan Amerika, kini tidak mau lagi melirik lukisan Tiongkok karena harganya terlalu mahal atau rata-rata mencapai puluhan miliar rupiah.Kondisi itu terjadi karena pelaku seni rupa di Tiongkok, khususnya para kolektor, investor, art dealer, atau pemilik galeri, terlalu cepat mengangkat harga lukisan ke harga yang tinggi. Akhirnya, lukisan-lukisan kontemporer karya para pelukis papan atas Tiongkok seperti Zhao Chunya, Zeng Fanzhi, dan lain-lain, tidak laku dijual.

Bahkan, dalam lelang terakhir yang dilakukan oleh Balai Lelang Sotheby’s di Hong Kong, awal Oktober lalu, hanya 20 persen saja lukisan Tiongkok yang terjual. Itu pun lukisan yang harganya murah. Ditinggalkannya lukisan-lukisan kontemporer Tiongkok tersebut dipicu oleh hantaman badai krisis keuangan yang melanda dunia dengan terpuruknya nilai saham.

Akan tetapi, sesuatu yang di luar dugaan justru terjadi pada lukisan-lukisan kontemporer Indonesia. Ternyata, animo masyarakat seni rupa dunia malah begitu tinggi terhadap karya anak-anak bangsa.

Penggemar lukisan kini berpaling ke lukisan kontemporer Indonesia karena selain harganya lebih murah atau harganya tidak “digoreng” terlalu berlebihan dalam waktu yang singkat, kualitas para pelukis Indonesia ternyata tidak kalah dengan pelukis-pelukis Tiongkok.

Konsisten dalam harga serta tingginya minat dunia terhadap lukisan Indonesia, itulah yang menjadi bahan diskusi para kolektor seni rupa Indonesia di Gedung Balai Lelang Masterpiece, Tanah Abang IV No 23-25, Jakarta Pusat.

Benny Raharjo, Direktur Utama tiga balai lelang Masterpiece, Heritage, dan Treasure, membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa rontoknya lukisan-lukisan Tiongkok harus dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku seni rupa Indonesia agar lukisan-lukisan Indonesia bisa diterima dunia internasional.

“Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita harus sama-sama menaikkan derajat dan martabat lukisan anak bangsa sendiri ke tingkat internasional,” tegas Benny.

Sumber : suarapembaruan.com/Tmy

SALIM SANG PELUKIS KITA

Salim dengan hasil karyanya diambil dari http://cemara6galeri.wordpress.com/collections/



Menemukan SALIM

Mengambil artikel dari LEA PAMUNGKAS

21-08-2008

"...Sering aku memikirkan Indonesia, dengan penuh kenangan dan kesedihan.

Biarlah Indonesia pada suatu saat kelak menemukan jalan

menuju impian kita, impian di Gedung Nasional Kenari"

Lebih dari 10 tahun, aku mendengar namanya. Salim. Seorang pelukis di belantara prestisius, Paris. Banyak orang membicarakan dengan mata penuh kekaguman. "...Seorang yang punya sikap," begitu rata-rata pendapat orang.

Dalam sebuah kesempatan tanpa sengaja, aku melihat karya lukisnya di sebuah rumah di Herengracht, Amsterdam. Karyanya dikoleksi oleh seorang budayawan terkenal Indonesia. Sedikit garis, bidang-bidang, dan warna-warna.

"Karya kubisme?" tanyaku saat itu pada seseorang. "Tidak, ini Salim."

Pikiranku mulai pontang-panting, saat seseorang meminta aku pergi untuk mewawancarai Salim. Dan waktunya makin dekat. Tak banyak referensi tentang dia kuperoleh lewat tulisan. Juga pembicaraan yang kukorek dari beberapa orang yang kusangka bisa bercerita banyak tentang dia, nyatanya tidak membuatku ‘makin kenal'.

Olehnya bayangan aku tentang dia mengembara sendirian. Selain dia pelukis, ‘punya sikap', lalu apalagi? Usianya 100 tahun, pada tahun 1919, ia berangkat ke Eropa. Masa awal remajanya, ia habiskan di Amsterdam, kemudian seterusnya secara resmi bermukim di Paris, dan banyak berkelana ke berbagai penjuru budaya Eropa.

Wow! Kepalaku sedikit tegang. Pertama adalah, dalam sepanjang hidupku aku belum pernahngobrol -apalagi mewawancarai-, seorang yang berusia 100 tahun. Sisanya adalah bagaimana ‘isi' seseorang yang telah melewati pasang surut zaman dan kebudayaan? Apa yang telah dialaminya? Pembicaraan apa yang menarik baginya?

Gelap.

Montparnasse

"Apartemennya penuh dengan burung yang dilepas begitu saja," tukas seorang rekan.

Baik, aku sudah memperoleh alamatnya. Sebuah apartemen di Neuilly sur Seine, kawasan Montparnasse, Paris.

Layaknya orang awak, jika seseorang menyebut Paris, maka yang berseliweran di kepalaku adalah rumah-rumah mode, wangi parfum, orang-orang yang lalu lalang dengan penampilan yang chic dan semerbak. Lalu cafe-cafe dengan bau hangat cappucino dan croisant, masakan khas Perancis di restaurant-restaurant berinterior khas.

Tapi lebih dari itu, adalah kehidupan kebudayaan di Paris. Selain Universitas Sorbonne, banyak budayawan dan seniman besar lahir di sini, atau memilih menetap, atau tak bisa tidak, jatuh cinta pada Paris.

Pelukis legendaris Belanda Vincent van Gogh pernah menetap cukup lama di Paris, kemudian pelukis Italia, Amadeo Modigliani. Juga bintang The Doors, Jim Morrison, dan penulis Irlandia pemenang hadiah nobel, Samuel Becket.

Aku membuka-buka segala macam buku untuk memberikan gambaran lebih detil tentang Salim.

Montparnasse, kawasan apartemen tempat ia tinggal, terletak di selatan kota Paris.

Ini adalah sisi lain dari Paris, sebuah kawasan modern yang memang diorientasikan sebagai daerah perkantoran baru. Di sini didirikan Grande Arche, sebuah gerbang berbentuk kubus yang ditempatkan berseberangan, segaris dengan Gereja Notre Dame di sebelah barat.

Kendati daerah modern Paris, Montparnasse tak juga dilepaskan dengan kecambah kebudayaan dunia. Di sini ada sebuah restaurant ikan sangat terkenal ke penjuru dunia. Bukan sekadar karena makanan dan atmosfernya yang mengesankan, tetapi karena dulu tempat ini kerap dijadikan tempat nangkringnya para seniman besar.

Filosof Jean Paul Sartre, adalah pelanggan tetap, restaurant yang kini berusia ratusan tahun ini. Begitu pula pelukis Edgar Degas, Pierre-Auguste Renoir, Picasso, Modigliani, dan ...Salim.

"Orang datang ke tempat ini untuk duduk dan bersantai selama berjam-jam, sambil minum-minum, ngobrol, baca koran, atau melamun. Di sinilah saya pernah bertemu dengan seorang Belanda yang boleh dikatakan mengantarkan saya ke dunia sastra," jelas Salim.

Di tempat ini, ada sebuah makam, konon, paling sibuk dikunjungi para pelayat: makam si urakan Jim Morrison The Doors. Dalam matinya, Jim Morrison, bertetangga dengan para seniman dan filsuf besar. Filofof besar Perancis Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvior dimakamkan di Montparnasse, begitu pula penulis romantis terbesar Perancis, Guy de Maupassant, dan penyair Charles Baudelaire.

Montmatre

Hal lain aku pun dengar, sejak masa mudanya Salim kerap terlihat di kawasan Montmatre. Katanya, bagi orang yang mengenal Paris, maka seni dan Montmatre, adalah kata tak terpisahkan. Pada awal akhir abad 19 dan awal abad 20-an, Montmatre selalu diasosiasikan dengan kaum seniman bohemian.

Penyanyi paling legendaris Perancis, Edith Piaf tak jarang ngamen di bawah bukit Montmatre, kala ia baru saja menapak karir. Dan pelukis Pablo Picasso mengerjakan karyanya Les demoisselles d'Avignon di tempat ini. Sementara Salvador Dali banyak menyelesaikan karya-karya surealistisnya, dan Eduard Manet mengejutkan dunia pada akhir abad 19 dengan karya telanjangnya, juga kala ia tinggal di Montmatre.

Orang-orang Paris, lebih sering menyebut Kawasan Montmatre dengan ‘butte' (bukit), karena tempat ini adalah tempat yang paling tinggi di kota Paris. Dari sini orang-orang bisa melihat lanskap indah ke arah Sacre-Cœur dengan deretan cafe-cafe kecil yang menapak ke arah Montmatre. Kemudian juga Kawasan Pigalle, yang dulu pernah sangat terkenal sebagai kawasan tari dan teater. Dan daerah lampu merah yang sangat banyak mengilhami kaum seniman: De Moulin Rouge

PELUKIS LEGENDARIS DELSY SYAMSUMAR

Delsy Sjamsumar atau Delsy Syamsumar beliau adalah pelukis Indonesia satu-satunya yang diakui oleh Lembaga Seni dan Sejarah Perancis lewat buku literatur seni dunia "France Art journal 1974" sebagai seniman Asia Tenggara terbaik dengan segudang bakat propesi seperti sebagai pelukis, illustrator, komikus, disainer, story board film,art director, production disainer film dan sebagainya.

Dalam tulisan journal tersebut ditulis bahwa Delsy adalah " II'exellent dessinateur" dan "Litteratures Contemporaines L' Azie du Sud Est.

Disamping sebagai pelukis cerita bergambar, illustrator yang berbakat beliau juga pernah mendapat penghargaan sebagai Art Director terbaik Asia lewat film berjudul Holiday in Bali, karya sutradara H. Usmar Ismail pada festival film Asia di Tokyo tahun 1964, disaat Olimpiade musim panas berlangsung di Jepang.

Karya-karya lukisnya banyak menghiasi berbagai masmedia cetak ternama Indonesia seperti Majalah Kartini yang logonya ia ciptakan, majalah Aneka. Vista, Caraka, Singgalang, Pos Kota, Pos Fim, Majalah Film, Senang, Misteri, Amanah, Idola, Anita dan masih banyak lagi segudang masmedia lain yang ia hiasi. Karya-karya Delsy bukan hanya terpaku pada beberapa jenis media saja namun menerobos masuk ke berbagai media yang kompleks yang tidak pernah dilakukan pelukis-pelukis Asia Tenggara lainnya, seperti logo perusahaan penerbangan Indonesia "Bouraq Indonesia" , logo kuda laut Pertamina yang lama, package disain kertas tissue, kemasan kapocis, sabun mandi,sampul buku sampai ke logo rumah adat minang yang sekarang menjamur juga merupakan salah-satu dari sekian banyak karya yang ia ciptakan. Beliau juga dikenal sebagai seniman pembuat patung baik monumen, maupun patung pengganti stuntman film dan sebagainya.

Banyak sekali karya-karya komik yang ia buat seperti komik Mawar putih, Bajak laut Aceh, Pertempuran lima hari lima malam di Palembang, Mat pilun, Tonggeret, Komik pahlawan bersejarah Indonesia seperti: Diponegoro, Sentot Alibasya, Sultan Hassanudin, Christina MT, Tuanku Imambonjol, Cut Nyak Dien dan masih banyak lagi karya-karya yang tak terbilang jumlahnya. Karya-karya komiknya merupakan perpaduan antara seni lukis klasik dan moderen yang mewakili identitas wujud rakyat jelata Indonesia di antara tahun 1957 sampai dengan tahun 2001.

Pamaeran lukisan yang dilakukan bersama (biennale) dengan para pelukis ternama Indonesia seperti Basuki Abdullah, Sudjoyono dan sebagainya di Jakarta tahun 1986 telah mengangkat nama pelukis Delsy ini lebih jauh lagi karena karyanya lebih banyak terjual, termahal dan lebih banyak diminati oleh para pencandu lukisan luar dan dalam negeri Indonesia.

Saat itu para pengamat dunia lukis telah menganalisa bahwa faktor-faktor yang menjadi pendorong para pembeli karyanya adalah terletak pada wujud karyanya yang mampu mengekspresikan situasi masyarakat Indonesia yang tinggal di emper-emper warung dan toko serta kaki-lima pada downtown yang kumuh penuh realitas di zaman orde baru.

Beliau dilahirkan di Medan dengan orang tua asal Bukkitinggi, Sumatera Barat pada tahun 1935. Beliau adalah pelukis Indonesia yang belajar dari gurunya Wakidi seorang pelukis ulung dizaman orde lama..

Ditengah hempasan badai komik dan animasi Jepang yang sedang melanda Indonesia sekarang ini. Mulai banyak para pengamat komik dan animasi, ombushman, penerbit Indonesia yang merindukan munculnya kembali karya-karya seni sebagaimana zaman di saat Delsy Sjamsumar menghempaskan sapuan-sapuan kuasnya di atas kertas. Karya-karyanya memang seronok melampaui zamannya. Sehingga seringkali mendapat teguran para ulama, agamawan dan pengamat masyarakat sampai ke politikus Indonesia.

Di dunia perfilm-an ada beberapa film-film yang ikut ditanganinya seperti Malam jahanam, Kemelut hidup, Saur sepuh, Bernafas dalam lumpur, Sebelum usia 17,Jangan sakiti hatinya, Live love and tears, Buaya Deli, Jayaprana, dan sebagainya.

Beliau telah menghembuskan nafas terakhir dipangkuan istri pertamanya "Adila" pada tahun 2001 di Jakarta, Indonesia dengan meninggalkan 9 orang anak dan 5 orang istri yang pernah ia nikahi.

Sudah tentu bagi masyarakat Indonesia yang pernah melihat dan mengamati karya-karya Delsy mengelukan kebesaran karya-karyanya, dan tak heran bila karya-karya Delsy ditonjolkan sebagai pelukis dan Illustrator pewujud "Identitas seni Indonesia" . Semoga muncul Delsy-Delsy baru yang dapat mengunjukkan gigi di gelanggang seni lukis komik dan animasi dunia sebagaimana Jepang melahirkan Osamu Tezuka atau Amerika yang melahirkan Disney. (A.Dermawan).

Salah satu contoh karya beliau yang kerap-kali mewarnai penerbitan masmedia Indonesia dapat dilihat pada attachment (添付ファイル)file di bawah ini.

 

Attachment: delsy lks1.bmp

Attachment: lks4.bmp

Tags: インドネシアの漫画家イラストレーター等

Next: Memorizing an Indonesian Legendary Painter: Delsy Syamsumar

Artikel ini di ambil dari: http://logasiume.multiply.com/journal/item/1

KEABADIAN SENI RUPA

Contoh karya seni rupa relief yang ada pada candi.

"KARUNIA-RAPUH" salah satu contoh judul dan visual karya seni rupa.

Salah satu bentuk karya seni rupa yang diberi judul "ROOMMATE".

Hari telah berganti dengan hari, keseharianku masih berkutat dengan kesibukan yang berhubungan dengan seni rupa. Memang itu sudah menjadi satu pilihanku. Pilihanku di samping juga sebagai suatu kewajiban yang harus aku kerjakan. Kewajiban yang juga aku tuntut mengenai hasil yang akan aku terima, sebagai hakku. Kesadaran atas hak dan kewajiban itulah yang membuatku masih terus bertahan, di samping aku memang mempunyai kemampuan dan bakat di bidang itu, yaitu bakat sebagai seniman rupa.
Suatu pilihan merupakan sesuatu yang telah disukai diantara beberapa kesenangan atau kesukaan mengenai suatu kegiatan, permainan maupun hiburan. Jadi pilihan itu adalah sesuatu yang paling disukai dibandingkan yang lain sebagai pembanding yang telah dipilih. Pilihan berarti yang terbaik diantara beberapa pilihan yang lain. Jadi seni rupa merupakan suatu kegiatan yang terbaik dan yang paling aku sukai diantara pilihan-pilihan kegiatan yang lain. Dengan kata lain Seni Rupa adalah best of the bestnya.
Walaupun keseharian yang aku jalani seperti itu terus menerus, akupun takkan pernah merasa bosan. Aku memang merasa teramat suka dan hobi terhadap kreatifitas yang harus aku jalani ini, di samping juga bakat yang telah tersalur di dalam diri saya. Suka, hobi dan bakat apabila telah menyatu takkan ada lagi yang bisa memisahkannya, karena hanya hal itulah yang membuat manusia itu tetap betah untuk menekuninya, wealaupun dana yang harus dikeluarkantidak sepadan dengan hasil yang diterima.
Seni rupa memang merupakan suatu kegiatan yang sangat bervariatif dan selalu berubah setiap saat, untuk menghasilkan hal-hal yang baru, hal-hal yang belum pernah ada. Orang awam pasti akan menganggap seni rupa akan selalu tetap atau monoton. Padahal anggapan semacam ini tak berlaku bagi seseorang telah berkecimpung dalam seni rupa. Seni rupa atau seni pada umumnya takkan pernah berjalan tetap di tempat. Seni rupa akan selalu berjalan dan berpindah-pindah menuju bentuk-bentuk baru sebagai hasil kekreatifitasannya. Semakin lama akan semakin berkembang dan semakin maju bersamaan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang bertambah modern.
Seni rupa tak akan pernah tertinggal oleh zaman. Zaman yang berganti akan berganti pula jenis dan bentuk karya seni rupanya. Bertambah modern suatu zaman akan bertambah modern pula kekreatifannya sesuai dengan selera dan kesukaan orang-orang yang berada pada zaman itu. Insannya berbeda dan berganti-ganti, seleranya juga ikut berganti, modepun juga ikut berganti, seni rupanya tetap ada dan hadir sesuai dengan bentuk gagasan dan ide baru serasi dan sesuai dengan insan, selera maupun mode yang ada pada saat itu. Dengan kata lain siapapun orang dan zamannya seni rupa akan selalu eksis sepanjang kehidupan kebudayaan manusia.
Aku hanyalah satu individu yang berada pada satu masa dari sekian juta atau bahkan milyar manusia yang hidup dari ribuan masa kehidupan yang ada. Jadi banyak sekali dari insan-insan yang takkan pernah bosan untuk berkreasi membuat visualisasi bentuk baru dari seni rupa yang selalu segar dan bergairah hasil karya ciptanya. Perupa satu tiada akan digantikan beribu-ribu perupa lainnya bahkan berjuta-juta penggantinya. Seni rupa akan abadi selama kehidupan kebudayaan manusia masih tetap ada. Dengan kata lain selama kehidupan di alam semesta ini masih ada, seni rupapun akan selalu eksis hidup berdampingan dengan berjalannya kehidupan manusia.

PELUKIS LEE MAN FONG

Lukisan Karya Pelukis Legendaris Lee Man fong



"ROOSTER HEN" karya Lee Man Fong diambil dari http://i385.photobucket.com/albums/oo297/Bayuco/RoosterHen.jpg







LEE MAN FONG

Seorang pelukis berasal dari cina yang dilahirkan di Cina, Ghuangzhaou, caton pada tahun 1913. ayahnya yang seorang pedagang meninggal pada tahun 1930 saat mereka di Singapore. Setelah ayahnya meninggal Lee Man Fong harus menghidupi adik-adiknya dan ibunya. Dengan kemampuan melukisnya dia menghidupi keluarganya, tapi pekerjaan itu dirasa kurang cukup, Kehidupan yang terasa berat dan kurang membuat Lee man Fong hijrah ke Jakarta pada tahun 1932, dan mencoba pruntungannya di Indonesia. Lee Man Fong pun bekerja sebagai pelukis komersil dan juga bekerja di agen periklanan.

Pada tahun 1936 pemimpin asosiasi Hindia Belanda Timur mengundang Lee Man Fong, yang dikenal sebagai pelukis otodidak, untuk berpartisipasi dalam pameran lukisan yang akan diadakan di belanda, sebelumnya pameran ini diadakan hanya untuk para pelukis yang berkebangsaan belanda. Tentu saja undangan ini dianggap sangat luar biasa, dan hal itu membuat marah komunitas seniman belanda, karena diluar kebiasaan komunitas seniman setempat.

Setelah tahun 1940an, Lee Man Fong mencurah kan segenap waktunya untuk melukis, dia datang ke Bali tempatnya dia bekerja, dan mempersiapkan pameran tunggalnya di Jakarta dan Bandung. Pameran tunggalnya yang di Jakarta dilaksanakan pad mei 1941.

“saya suka Indonesia” kalimat itu yang sering terlontar dari mulut Lee Man Fong, maka ketika jepang datang ke Indonesia dan hendak menjajah Indonesia,secara gerilya Lee Man Fong turut serta melawan fasisme jepang hingga akhirnya dia harus terpenjara selama 6 bulan pada tahun 1942. untunglah dia ditolong oleh Takahashi Masao seorang opsir yang juga seniman ikebana (rangkaian bunga). mereka berkenalan hingga Takashi Masao tahu kalau Lee Man Fong adalah seorang seniman dan dia tertarik dengan potensi yang dimilikinya maka Lee Man Fong pun dibebaskan.

Pada tahun 1949, Lee Man Fong di beri beasiswa oleh pemerinta Belanda untuk belajar melukis di Holland selama 3 tahun. Selama itu juga dia sempat mengadakan beberapa pameran tunggal. Dari pameran-pameran ini Lee Man Fong mendapatkan kesuksesan.

Tahun 1952 presiden Soekarno sebagai pecinta seni lukis datang ketempat Lee Man Fong di Jalan Gedong, semangat Lee Man Fong semakin terpacu. Dan pada tahun 1955 dia mendiri kan sebuah perkumpulan yin hua, sebagai organisasi pelukis tionghoa, yang berada di Lokasari, Jakarta Kota, sering mengadakan pameran. Presiden Soekarno pun sering menghadiri pameran tersebut, bahkan saat lukisan yin hua berada di Tiongkok , Lee Man Fong bertindak sebagai ketua delegasi. Dan itu sangat membuat presiden Soekarno salut juga bangga.

Lukisan Lee Man Fong sangat disukai presiden Soekarno karena lukisan Lee Man Fong dipandang seperti ventilasi ditengah sibuknya revolusi. Maka pada tahun 1961 Lee Man Fong diangkat resmi menjadi pelukis istana dan warga Indonesia dan semenjak itu dia bekerja untuk Presiden Soekarno untuk waktu lama.

Tapi setelah diangkat menjadi pegawai resmi istana, dan bertugas mengurus koleksi sang presiden, Lee Man Fong merasa ada yang kurang, karena Lee Man Fong bukanlah seorang pekerja kantoran yg terbiasa dengan jam kerja, lingkungan yang protokoler, dan harus selalu patuh terhadap Presiden. Semua itu tak mudah bagi Lee Man Fong. Akhirnya Lee Man Fong mengajak sahabatnya Lim Wasim yang seorang pelukis juga sebagai asisten Lee Man Fong dan Presiden Soekarno pun menyetujuinya.

Pada masa Presiden Soekarno harus turun, dan keadaan politik di Indonesia sangat kacau, Lee Man Fong pun akhirnya terpaksa harus “lari” ke Singapore, sempat lama tinggal di Singapore dan dianggap tokoh besar Singapore dan pelukis Singapore.

Pada tahun 1985, Lee Man Fong kembali ke Indonesia dan pada tahun 1988 dia meninggal di Puncak, Jawa Barat, karena sakit liver dan paru-paru yang di deritanya.(Artikel diambil dari http://wikipedia.com)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
coompax-digital magazine